DEKAP DAKU YA BAPA
DEKAP DAKU YA BAPA
:Pada malam hingga senja di ambang rapuh, tentang perjalanan Anak Manusia
Masih
terasa sampai di sini
PeluhKu
bercucuran
Detak
malam pun sesaat berhenti
Sewaktu
bergulat
Bapa......
Sekiranya Aku masih boleh meminta
Sebelum hari tahu ke mana Aku tiba
“Ambillah cawan ini dari padaKu
Namun bukanlah kehendakKu
kehendakMU terjadi”
Kelam
mencekam
Pekat
ditelan kabut
Di
luar, hariMu tahu
Jalan
ini jalan duka
Langkah
selanjutnya
Peluh
dan Darah
Menapak
di segala jejak
Aku tertatih
Diseret letih
Di antara sayatan perih
Tubuhku
terperosok di jalanan berbadai
Jejak
langkah setapak
Membekas
darah
Hingga
terkapar tak berdaya
Bapa.....
Adakah Dikau iringi Daku
Menyingkap kabut di perjalanan?
TubuhKu
pedih
Terpelanting
pada jalanan berbatu
Juga
perih
Terentang
pada jalanan berduri
Dengan
tatapan belati para prajurit
Serentak
berteriak penuh nafsu
“Salibkan
Dia, Salibkan Dia!”
Ah......
Aku hanya serbuk hina yang diterbangkan
manusia dunia
Wahai manusia dunia.....
Pantaskah aku mengulur rasa hina itu?
PerjalananKu
terbungkam selimut gelisah
Dan
engkau bagai embun yang dikerontangkan mentari
Aku
berteriak padaMU
Namun
hanya dengung yang merambati celah telingaKu
Mungkinkah
tentangKu hanyalah cerita kemewahan
Yang
dikikis habis amukan dunia?
Waktu membelit
Aku sakit
Peluh dan darah bercucuran
Sedang para prajurit mencibir getir
serentak mengumandang amukan
Sementara daun-daun zaitun menyanyikan
kesedihan
Bapa.....
Adakah
suara daun-daun zaitun
Mendesing
menderu padaMU?
Adakah
melintas sepintas
Ombakkan
suara jeritanku?
Senja di ambang rapuh, tak tersentuh
Di ujung perjalanan
Lelahku memuncak
Di genggam kuasaMu
Kusandarkan jiwaKu yang semaput
Antara gemuruh kilat dan halilintar
“Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani
AllahKu ya AllahKu, mengapa Aku Kau
tinggalkan?”
Langit
membisu
Sedang
rongga duka mengangakan nestapa semesta
Menggema
merobek tirai senja
Membuka
lidah keluhKu di kerongkongan waktu
“Aku
haus”
Ya Bapa.....
Biarkan bahagia tersangkut di sini, satu
detik saja!
Bukan pinta, tapi pasrah.......
Aku
terlentang memandang cakrawala
Yang
mendung berkabung
Adakah
Engkau mencair di bawah pandanganKu?
Aku mencoba menerka yang tersembunyi
Di sudut hati dalam dera derita jiwa
Dan dalam dera gelora cinta
Mengharap datangnya setetes embun
Aku
lalu rebah dengan penuh sadar
“Selesai
sudah”
Bapa.....
Dekaplah
daku sepenuh cinta
Dalam
satu helaan nafas di keabadian
(Seminari San Dominggo Hokeng, Prapaskah 2014)
2014.....penuh sejarah... Tetap semangat anakku.. Doa kami selalu
ReplyDelete